PMRI,
Usaha ke Arah Reformasi Pendidikan Matematika di Indonesia
Oleh
: R. K. Sembiring
Pendidikan di Indonesia
banyak dikeluhkan oleh berbagai pihak dan kalangan. Artikel ini ditulis
bertujuan untuk menjelaskan yang sedang dialami oleh pihak-pihak yang merasa
gelisah akan nasib pendidikan Indonesia. Gagasan awal Pendidikan Matematika
Realistik atau biasa disingkat PMR ini berasal dari Prof. H. Freudenthal,
beliiau mengembangkan PMR di Belanda untuk memnentang matematika modern yang
berkembang di Belanda. Karena PMR terkait oleh budaya local maka untuk di
Indonesia di kembangkan juga yakni disebut PMRI (Pendidikan Matematika
Realistik Indonesia).
Sosialisasi tentang
PMRI ini sudah dilaksankan sejak akhir tahun 2001. Sosialisasi ini banyak
dibantu dari UPI, UNY, USD, dan UNESA serta lulusan yang dari Belanda (Ph. D)
membantu melakukan sosialisasi tersebut dan pelaksanaan ini juga dibantu oelh
konsultan dari Belanda. Sejak Juli 2002 sudah diujicobakan di 12 SD. Untuk Juli
2002 diujicobakan di kelas 1 dan untuk 2003 sudah di ujicobakan di kelas 2.
Untuk bahan ajar sudah mulai dilakukan revisi tahun 2004.
Tahun 2003 tim PMRI
mendapat dana hibah dari Belanda selama 2 tahun, DIKTI juga merupakan pendukung
dana terbesar untuk pelaksanaan reformasi pendidikan ini. Dana yang berasal
dari dana hibah tersebut digunakan untuk membiayai hal-hal yang bersangkutan
atau hal-hal yang diperlukan demi terlaksanakannya reformasi pendidikan
matematika tersebut. Pada Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) ini sesuai dengan
arah yang akan dituju oleh PMRI, bisa dibilang KBK sejalan dengan PMRI.
Tanggapan
Memang upaya pemerintah
dalam melaksanakan atau melakukan reformasi tentang pendidikan ini sangat
bagus, karena dapat embantu siswa dalam mengalami kesulitan belajar matematika.
Tetapi apakah semua guru-guru dan dosen yang sudah di tatar untuk melaksankan
atau menggunakan strategi Pendekatan Konstruktivisme? Mungkin ada yang sudah
memakai tetapi banyak guru-guru bahkan dosen-dosen masih menggunakan
pembelajaran Tradisional yakni guru menerangkan dan siswa menerima materi yang
telah diberikan oleh guru. Pada guru-guru yang masih menggunakan pembelajaran
tradisional tersebut siswa tidak mengkonstruksi materi yang diberikan, siswa
kebanyakan pasif dan kadang-kadang banyak siswa yang tertidur. Guru-guru yang
menggunakan metode ini biasanya berasal dari sekolah yang biasa-biasa saja
bahkan sekolah yang kurang layak dan mungkin bisa dibilang sedikit terbelakang.
Biasanya guru-guru dari sekolah “elite” lah yang banyak menggunakan strategi Pendekatan
Konstruktivisme. Karena dari sekolah-sekolah guru-guru banyak yang sudah
melakukan penataran tentang reformasi pendidikan matematika yakni tentang
berlakunya PMRI. Sehingga pemerintah perlu melakukan penataran dan pendampingan
bagi guru-guru yang berasal dari sekolah-sekolah yang masih “terbelakang”
tersebut untuk melaksanakan PMRI, serta melakukan pendampingan bagi guru-guru
yang bersangkutan. Karena proses ini tidak akan berhasil jika hanya berlangsung
selama 1 atau 2 kali saja. Sehingga perlu pendampingan dan pengarahan secara
intensif.
PMRI,
Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan
Oleh
: Y. Marpaung
Sejak
revormasi pendidikan matematika tahun 1975, pendidikan matematika di Indonesia
belum mampu meningkatkan mutu secara signifikan dibandingkan dengan Negara
Negara lain seperti Malaysia, Singapura, Jepang, Korea Selatan dan sebagainya.
Faktor yang menyebabkan hal tersebut yang paling terlihat pada sisi akademik,
yaitu proses pembelajaran yang dilakukan didalam kelas selalu monoton sehingga
siswa merasa bosan dan bentuk asesmen yang hanya mementingkan objektivitas.
Proses pembelajaran matematika yang berlangsung sampai sekarang yaitu
didominasi oleh cara berpikir yang dipengaruhi kuat oleh psikologi tingkah
laku. tingkah laku manusia dipandang sebagai rangkaian stimulus respons. Siswa
dipandang sebagai manusia pasif yang tak tahu apa apa dan berperan sebagai
penerima pasif informasi. Sedangkan guru dipandang maha tahu dan pemberi
informasi yang harus siswa terima dan pelajari. Disisi lain terkadang siswa
diberi suatu hukuman dengan tujuan agar siswa nurut, tapi kenyataannya siswa
memang nurut dan patuh terhadap aturan tapi dalam artian patuh karena suatu
hukuman bukan keinginan dia untuk belajar. hal inilah yang menyebabkan siswa
tidak suka dengan pelajaran matematika.
Harusnya, untuk membuat siswa mudah memahami pelajaran
matematika yang dilakukan yaitu membuat suasana belajar yang menyenangkan. Ada
banyak cara untuk membuat siswa merasa senang belajar matematika, diantaranya
yaitu sikap ramah guru, keterbukaan, belajar sambil bermain dan menggunakan
strategi belajar yang bervariasi.
Dalam pembelajaran matematika yang berdasarkan realistic
mathematics education, proses pembelajaran matematika haruslah berpusat pada
siswa, siswa dilatih untuk aktif berpikir dan berbuat, pembelajaran dimulai
dari masalah-masalah yang kontekstual, siswa diberi kesempatan untuk
mengembangkan sendiri strategi belajarnya dengan berinteraksi dan bernegosiasi
dengan teman atau guru yang membantunya, secara perlahan siswa dibantu pada
pembentukan konsep pemecahan masalah, menekankan proses, dan guru berperan sebagai fasilitator dan menejer kelas.
Komentar
PMRI kiranya merupakan
suatu alternative yang menjanjikan untuk meningkatkan pembelajaran matematika
di Indonesia. Hal ini terlihat saat proses pembelajaran siswa diajak aktif
dalam pembelajaran sehingga siswa benar benar memahami apa yang dipelajari.
Selain itu, pembelajaran yang diberikan berkaitan dengan kehidupan sehari-hari
siswa sehingga siswa akan lebih mudah berlogika karena siswa sering menemuinya
dan sudah ada sebuah bayangan. namun sayangnya, jika PMRI ini dilaksanakan pada
semua bab dalam pembelajaran matematika, maka proses pembelajaran akan lebih
lama dan untuk guru yang belum siap akan kerepotan dan tidak dapat
menyampaiakan semua materi yang tertera pada silabus pembelajaran. Hal ini
disebabkan karena siswa dalam memecahkan masalah dan membentuk peta konsep
pemecahan masalah akan butuh waktu yang lebih lama sehingga memakan waktu untuk
pelajaran yang lain. Disini peran guru yang professional dalam mendidik sangat
dibutuhkan untuk membimbing siswa untuk memecahkan masalah.
MENGAPA PMRI?
Oleh Sutarto
Hadi dan Ahmad Fauzan
PMR (Pendidikan Matematika Realistik)
tidak dapat dipisahkan dari institute Freudenthal. Institute ini berdiri pada
tahun1971,beradadi bawah Utrecht Freudenthal,Belanda. Nama institute diambil
dari nama pendirinya, yaitu Profesor Hans Freudenthal (1905-1990),seorang
penulis, pendidik, dan matematikawan berkebangsaan Jerman/Belanda.
Sejak tahun 1971, institute Freudenthal
mengembangkan suatu pendekatan teoritis terhadap pembelajaran matematika yang
dikenal dengan RME (Realistic Mathematics Education). RME menggabungkan
pandangan tentang apa itu matematika, bagaimana siswa belajar matematika, dan bagaimana
matematika harus diajarkan.
Mengapa kita perlu mengembangkan PMRI?
Paradigma baru pendidikan menekankan bahwa proses pendidikan formal sistem
persekolahan harus memiliki ciri-ciri: (Zamroni: Paradigma Pendidikan Masa
Depan)
Ø Pendidikan
lebih menekankan pada proses pembelajaran (learning)daripada mengajar (teching).
Ø Pendidikan
diorganisir dalam suatu struktur yang fleksibel.
Ø Pendidikan
memperlakukan peserta didiksebagai individu yang memiliki karakteristik khusus
dan mandiri
Ø Pendidikan
merupakan proses yang berkesinambungan dan senantiasa berinteraksi dengan
linkungan.
Teori PMR sejalan dengan teori belajar yang
berkembang saat ini, seperti konstrukstivisme dan pembelajaran kontekstual
(contextual teaching and learning/CTL). Konsep PMR sejalan dengan kebutuhan
untuk memperbaiki pendidikan matematika di Indonesia yang didominasi oleh
persoalan bagaimana meningkatkan pemahaman siswa tentang matematika dan
mengembangkan daya nalar. Oleh karena itu PMR perlu dikembangkan di Indonesia.
Bukti Empiris Prospek Penerapan PMRI
Hadi
(2002). Dalam penelitiannya yang dilaksanakan di Yogyakarta dengan mengambil
sampel siswa-siswa SLTP ditemukan hasil positif dalam penggunaan materi PMR
dalam pembelajaran matematika, yaitu siswa menjadi lebih termotivasi,aktif,dan
kreatif dalam proses belajar mengajar disebabkan oleh materi yang menarik
karena dilengkapi dengan gambar-gambar dan cerita.
Dengan penerapan PMR di Indonesia
diharapkan prestasi akademik siswa meningkat, baik dalam mata pelajaran
matematika maupun mata pelajaran lainnya. Pada aspek perilaku diharapkan siswa
mempunyai cirri-ciri:
i.
Di kelas mereka aktif dalam
diskusi, mengajukan pertannyaan dan gagasan, serta aktif dalam mencari
bahan-bahan pelajaran yang mendukung apa yang tengah dipelajari.
ii.
Mampu bekerjasama dengan membuat
kelompok-kelompok belajar.
iii.
Bersifat demokratis dan memiliki
kepercayaan diri yang tinggi.
Komentar: Tidak sedikit para guru yang memandang bahwa
siswa sebagai penerima pasif matematika yang sudah jadi. Dalam artian yaitu
siswa hanya bisa menerima materi dan menggunakannya dalam penyelesaian
masalah,hal ini tidakalah benar. Alangkah lebih baik para guru dapat
mengarahkan siswa kepada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan untuk
menemukan pemahaman matematika dan menemukan cara-cara mereka sendiri yang
mungkin lebih kreatif,disini siswa dilatih untuk bisa lebih mandiri menggunakan
daya nalarnya. Dengan menggunakan alat peraga atau alat-alat yang ada disekitar
untuk dimanfaatkan sebagai media. Kemuddian model-model pembelajaran matematika
juga harus diterapkan agar dapat mendorong interaksi di dalam kelas,sehingga
dapat melatih daya nalar antar siswa. Agar dapat terbentuk siswa-siswa yang
mempunyai pola pikir yang mandiri dan mampu menciptakan hal-hal kreatif menurut
cara mereka sendiri. Oleh karena itu di
Indonesia perlu menggunakan teori PMR. Konsep PMR sejalan dengan kebutuhan
untuk perbaikan matematika dan mengembangkan daya nalar siswa.